Thursday, October 06, 2011

Persamaan

Kalau seseorang menyebut si A punya persamaan dengan si B, biasanya itu subyektif. Coba lihat dari sudut pandang orang lain, kemungkinan orang lain itu akan bilang: 'ah masa sih? Sama di mananya?'

Hihi.

Makanya, ini sangat subyektif banget. Jangan diambil hati. Cuma berasal dari sudut pandang Ambu doang...

Kim Myung Min itu


diambil dari: http://southkoreaaddict.blogspot.com

kok berasa versi dewasanya Rio Haryanto ya?



Ups! Hihi, salah mengunggah gambar. Yang itu sih jelas ga keliatan di mana samanya XDD Yang ini:


Kedua gambar diambil dari situs gp3series.com

Feel free untuk bilang: sama dari Hongkong, xixixi!

*****

Berikut, sepertinya bukan persamaan sih. At least, ada 2 kisah cinta yang bikin Ambu kasuat-suat. Er .. apa itu kasuat-suat? Ng... bayangin bilah bambu yang tipis dan tajam banget, trus pakai untuk mengiris hatimu, nah itu namanya kasuat. Pedih banget...

Yang pertama, jelas yang ini. Ga usah dikomentarin:



Yang kedua, ini dari film Shaolin (2011). Iya, kebayang-bayang terus dari kemaren-kemaren. Lagunya diputer bolak-balik terus.

Hao Jie dan istrinya. Gambarnya jarang sih yang duaan, soalnya inti cerita bukan di situ. Tapi, nemu juga:



Waktu anak mereka meninggal, atau waktu istrinya disiksa:


kedua gambar diambil dari: http://claressagifts.blogspot.com/2011/02/shaolin-2011-movie-910.html

tapi bukan itu letak kasuat-suatnya. Dan ga ada screenshoot-nya, jadi bikin sendiri pake gambar yang burem. Saat Hao Jie udah jadi biksu, saat dia tahu biara akan diserang, dan wanita plus anak-anak disuruh ngungsi, Hao Jie menitipkan guci abu kremasi jenazah anaknya, agar bersama dengan istrinya. Dan istrinya bilang: "Kau sudah banyak berubah. Dan walau aku tahu, kita tak akan bisa bersama lagi, aku harus bilang, kalau aku suka dirimu yang saat ini..." Adegan ini dipake untuk flashback sesudah Hao Jie menutup mata di atas pangkuan patung Buddha, biara terlihat terbakar, dan rombongan pengungsi melihat biara mereka terbakar dari celah pegunungan nun di seberang sana. Diiringi ending song, Wu.

Asli, kasuat-suat...



Kembali, feel free untuk komentar apapun. Karena ini mah subyektif bangetngetnget XD

Wednesday, October 05, 2011

Wisata Kuliner Hogwarts

Oke, jadi ini adalah fanfic yang Ambu bikin untuk menyambut ultah milis Indo-HarryPotter. Nggak ada Indo-HarryPotter-nya sih, cuma ada Madam Lumos dan Madam Pinguin_Oren

Tadinya mau di-post di ulang tahun Forum HPI, tapi kelamaan kalau harus nunggu 5 November sih, jadi diambil jalan tengah, 5 Oktober #nyengir

Selain itu, fanfic ini tidak bisa dipost di FFN karena mengandung Real Person Fiction. Untuk yang belum tahu, dalam Guideliness FFN, Real Person Fiction tidak diperkenankan dimuat di sana.

Jadi, inilah dia. Selamat menikmati, dan sekali lagi, selamat mengulang tahun, Indo-HarryPotter!

*****



Minerva McGonagall mondar-mandir di depan meja kerjanya—meja Kepala Sekolah—yang kini ditutup dengan taplak kotak-kotak. Wajahnya menunjukkan raut serius, walau sepertinya masalah yang sedang dihadapinya bukan masalah hidup-mati. Er, ... mungkin malah lebih serius dari hidup-mati?

Lukisan di belakang mejanya masih kosong. Mungkin ini menambah kecemasannya, karena ia jadi tak bisa bertanya pada sosok yang ada dalam pigura itu?

Ketukan di pintu. Tiga kali, dengan interval tetap, dan suara yang cukup agar bisa terdengar, tetapi tidak terlalu keras sehingga tidak mengganggu.

“Ya, masuk saja—“

Pintu terbuka dan empat sosok yang sangat ia kenal, memasuki ruangan. Dari mulai yang paling—er, paling kecil perawakannya—Filius Flitwick, sampai yang paling besar, Rubeus Hagrid, berikut dua guru lain, Pomona Sprouts dan Horace Slughorn.

“’Kay, kami ‘dah berada di sini, ada ‘pa, Minerva?”

Minerva tak langsung menjawab, melainkan menunjuk pada kursi-kursi yang sudah ia siapkan—satu di antaranya sudah diperbesar dengan mantra. Ia bergerak ke arah kursinya sendiri, tetapi sebelumnya ia melirik lagi ke arah lukisan, siapa tahu sosok di sana sudah ada—

—dan ternyata beliau tepat memasuki pigura sambil mengelus-elus janggutnya.

Minerva menghela napas lega. “Okey, sekarang sudah lengkap.” Ia duduk. Menghela napas lagi.

Sikapnya resmi sekarang. “Sekarang kita sudah memasuki bulan Agustus. Sebentar lagi kita memasuki bulan yang sangat sibuk, September. Kurikulum sudah diperbaharui, disempurnakan, posisi guru sudah diisi dengan sebaik-baiknya. Bangunan fisik kastil ini, sedang dalam proses penyempurnaan. Sepertinya hanya memerlukan satu-dua hari lagi untuk penyelesaiannya,” Minerva menarik napas lagi.

“Satu yang aku masih ragukan—mungkinkah akan banyak siswa yang datang?”

Pomona Sprouts sudah akan menyela, ketika Minerva meneruskan, “—aku takut, masih banyak siswa yang trauma, yang tak mau beranjak dari rumah—dengan kengerian yang disebarkan Perang Besar kemarin. Aku takut—akan banyak yang lebih memilih bersekolah di rumah—kulihat ‘Perkamen via Burung Hantu’ sudah mulai beriklan di Daily Prophet. Homeschooling.”

“Aku tak pernah suka homeschooling,” suara Filius kecil tapi tegas.

“Aku juga tidak,” Minerva menyetujui, “hanya siswa-siswa tertentu yang sudah memiliki disiplin dan kemauan untuk belajar mandiri-lah yang akan berhasil dalam homeschooling—“

“Belum lagi kesenangan berteman banyak—“ seru Pomona riang, “—aku tahu ada banyak anak-anak yang senang pergi ke sekolah bukan karena akan belajar, tetapi karena akan bertemu teman-teman yang banyak—“

“Jelas sekali!” Horace mendukung.

“Belum lagi, akan ada beberapa pelajaran yang baru akan efektif jika dipelajari beramai-ramai, dalam praktek, tidak dalam teori melulu—“ Filius menambahkan. Guru-guru yang lain mengangguk-angguk.

“Jadi,” Albus ikut urun suara, “—apa yang kalian sarankan?”

Raut wajah Minerva bertambah serius, “—aku sedang memikirkan untuk mengadakan semacam Pameran Sekolah—“

“—dan para orangtua diundang untuk melihat bahwa keadaan sekarang sudah sangat-sangat aman sekali?” Pomona antusias.

“Tepat sekali—“

“Jadi akan ada Pameran Tanaman Rumah Kaca, Pameran Mantra-Mantra, Pameran Ramuan-Ramuan—sepertinya ini proyek besar untuk Hogwarts—“ Filius turut antusias.

“Dan ‘kan ada Pameran Binatang Liar, ‘ku stuju!” wajah Hagrid berbinar-binar membayangkan bayi chimaera-nya yang oenjoe dipamerkan di panggung utama.

“Er—“ Minerva seperti mencari kata, “—mungkin kita harus mengenakan mantra berlapis untuk pengamanan Pameran Binatang Liar, tapi ya, aku setuju dengan semua pameran-pameran itu. Adakah yang lain? Apakah pameran-pameran itu saja tak akan membuat para orangtua bosan?”

“Kurasa tidak,” Horace menjawab pelan, perlahan ia membuka bungkus permen nanasnya, “—bagaimana kalau ditambah dengan Festival Kuliner? Para orangtua yang sudah kecapekan menyimak semua pameran ini, tentu akan senang bisa melepas lelah di sana. Mungkin kita bisa minta sponsorship—aku punya banyak kenalan mantan siswaku yang sekarang berbisnis makanan—kita akan punya peserta festival, mereka juga akan bisa beriklan, menyatakan dengan selesainya Perang, mereka sudah siap berbisnis lagi?” Horace memasukkan permen nanasnya ke dalam mulut, dengan mata berkilat.

“Jadi,” mata Albus bersinar jenaka dari balik kacamata bulan separuhnya, “—Pameran Sekolah. Waktunya?”

Minerva mengamati kalender di sudut meja, dan menghitung-hitung. “Aku harus menghubungi dulu orang-orang yang berkompeten dalam bidangnya—“ jari-jari kiri menutup bibirnya, keningnya berkerut, “—kukira pertengahan Agustus?”

“Oke, kukira di Rumah Kaca juga akan ada beberapa tanaman sihir menarik untuk dipamerkan pertengahan Agustus ini—“

“Aku akan memilih mantra-mantra mana saja yang akan didemonstrasikan. Kukira, tim demo akan terdiri dari Harry dan kawan-kawan?” Filius setengah bertanya setengah memutuskan.

Minerva mengangguk. “Kukira, siswa setiap kelas bisa ditampilkan, tergantung kesulitan mantranya—“

Filius menggosokkan kedua telapak tangannya dengan puas, “Aku sudah bisa membayangkan nama-nama mereka yang akan mendemonstrasikan—“

“’Ku juga ‘dah bisa membayangkan bayi-bayi binatang ‘pa saja—“

“Hagrid, kukira, sebaiknya kau ajukan dulu jenis-jenis binatang yang akan kau pamerkan, nanti kita pilah lagi. Binatang yang memerlukan tindakan pengamanan ekstra, kukira tak bisa dipamerkan. Akan kewalahan kita nanti—“

Hagrid mengangguk patuh, walau nampaknya ia tak begitu puas.

“Jadi, kita bersiap-siap.” Pomona berdiri. Horace berdiri. Filius berdiri. Hagrid pun melangkah ke arah pintu.

“—‘ku ‘dah tak sabar lagi—“ Hagrid membukakan pintu dan menunggu sampai ketiga koleganya keluar, mengangguk berpamitan pada Minerva, keluar, dan menutup pintu.

Minerva menghela napas. Berbalik pada pigura Albus. “Bagaimana?”

Albus mengangguk. “Aku hanya mendukung saja. Keputusan ada pada kalian, bukan? Oya, kalau memang benar akan ada Festival Kuliner—mungkin aku perlu mengunjungi seorang Muggle—“ katanya misterius. Tapi kedua bola matanya berkilat jenaka seperti biasa. “Aku pamit dulu, Minerva!”

Piguranya kosong lagi.

Wisata Kuliner Hogwarts

Semua penghuni atau eks-penghuni Hogwarts adalah kepunyaan JK Rowling

Pak Bondan Winarno adalah kepunyaan dirinya sendiri

Fic ini mengandung Real Person Fiction, karena itu tidak dimasukkan ke Fanfiction.net

Rating K+. Genre Friendship. Linimasa setelah Perang Besar


-o0o-



‘Plop,’ suara halus itu mengiringi munculnya seorang penyihir cewek muda. Penyihir itu celingukan, takut kalau ada yang melihat. Tapi nampaknya orang-orang sekitarnya tidak memperhatikan kemunculannya yang tiba-tiba, jadi dia menarik napas lega.

”Emangnya nggak ada yang tahu?” sebuah suara mengejutkan.

”Madam Lumos! Aduh, bikin kaget saja,” penyihir muda itu mengelus-elus dadanya. ”Kukira yang bikin kaget itu Muggles, untung saja sesama penyi—” ia keburu menutup mulutnya. Lalu mencoba bersikap biasa. ”Pak Bondan belum datang ya?”

”Belum, Mit,” sahut Anne, ”janjinya kan jam 10.45, sekarang baru 10.40.”

Mereka berdua memperhatikan orang-orang berlalu lalang, sungguh ramai sekali Stasiun Gambir ini. Walau katanya pendapatan PT KAI jalur Jakarta-Bandung menurun dengan adanya jalan tol Cipularang, toh tetap saja ramai.

”Kita turun saja mendekati jalan, kali aja kelihatan datangnya,” usul Madam--Anne--Lumos. Penyihir yang dipanggil ‘Mit’ itu mengangguk, dan keduanya –tak berani ber-DisApparate—berjalan menuruni eskalator.

“Eh, itu!” teriak Mita menunjuk sebuah mobil K***** biru dengan tulisan d***k.com berhenti di depan gerbang dan menurunkan seorang bapak-bapak separuh baya 1)

Cepat-cepat mereka berdua berlari mendekat.

”Pak Bondan Winarno?” sapa Anne sambil mengulurkan tangan, ”saya Anne Lumos dari Milis Indo-HarryPotter. Panggil saja Anne.”

”Benar, senang bertemu dengan anda, Anne. Dan ini pasti—“ Pak Bondan mengalihkan perhatian pada Mita.

”Saya Mita Yudoyono, senang bertemu dengan Anda,” Mita juga menjabat tangan Pak Bondan.

“Anda tepat sekali. Kita bisa berangkat sekarang,” sahut Anne.

”Eh, kita bertiga saja? Maksud saya, apakah tidak ada juru kamera yang mengikuti?” tanya Pak Bondan.

”Semakin sedikit yang ikut semakin baik,” jawab Mita, ”sedang soal juru kamera, saya akan menggantikan posisinya. Pakai handycam sih, tapi gambarnya tajam dan baterenya tahan lama.”

Mita tidak mengatakan bahwa baterenya sudah dimantrai dengan Sustainablus, jadi baterenya tidak akan habis-habis.

“Baiklah. Jadi sekarang kita ke mana?”

”Ke King’s Cross.” jawab Anne singkat.

“King’s Cross kan di Ing—“

“Iya, pak. Dan kita akan ke sana, sekarang.”

”Dari stasiun kereta api? Bukan dari Cengkareng?”

”Bukan pak. Sekarang kita ke Peron 1 7/8,” sahut Mita sambil menunjukkan tempatnya pada Pak Bondan.

Pak Bondan menurut saja ketika ia dibawa ke Peron 1 7/8—yang sebenarnya adalah tiang antara peron 1 dan peron 2—, diminta menerobos tiang, dan terheran-heran ketika mereka tiba di peron yang sama sekali berbeda dengan peron yang ada di Gambir. Lebih bersih, rapi, dan ... eh, ga usah diceritain ya? Hihi..

Di sana ada sebuah kereta uap, merah menyala, dan namanya Hogwarts Express. (Iya! Udah tahu! Hehe, kali ‘aja belum tahu dan harus diberitahu dulu *ditimpuks se-forum).

”I-ini King’s Cross? Lalu kita mau ke mana setelah ini?” Pak Bondan seakan tak percaya.

“Betul, pak. Kalau orang Inggris, masuk ke sini via Peron 9 ¾, kalau kita via Peron 1 7/8 di Gambir. Ada beberapa tempat lain yang ada hubungannya seperti itu. Lalu, kita mau ke Hogwarts, tempat Festival Jajanan Rakyat Sihir itu akan diadakan, pak,” Anne menjelaskan panjang lebar.

“Hmm. Boleh juga,” pak Bondan mengangguk-angguk. Nalurinya untuk bertualang langsung keluar.

Mereka lalu naik ke kereta. Cukup penuh juga. Makanya Hogwarts Express menambah rangkaian gerbongnya beberapa gerbong.

Anne, Mita, dan pak Bondan masuk ke gerbong pertama. Kompartemennya penuh. Mereka berjalan terus melewati gerbong demi gerbong, sampai berhasil menemukan kompartemen yang kosong.

”Yah, untung nemu yang kosong,” ujar Mita sambil menghempaskan diri ke kursi.

Tepat jam 11.00 kereta mulai berjalan, mulanya perlahan kemudian menambah kecepatan. Sementara itu pak Bondan mulai menanyakan ini dan itu yang dirasanya aneh. Anne dan Mita menggunakan kesempatan itu untuk memberikan pengenalan singkat tentang apa yang akan ditemui di Hogwarts.

Tengah hari troli makanan datang.

”Pak Bondan, mau mencoba makanan kami? Sebelum ke Festival Jajanan?” tawar Anne. Pak Bondan mengangguk, dan Mita menyiapkan handycam-nya.

Pak Bondan dengan antusias memperhatikan isi troli itu. Anne berinisiatif membelikan semua jenis makanan untuk dicicipi. Melihat Mita sudah menyiapkan handycam, pak Bondan langsung pasang aksi.

“Para pemirsa, ketemu lagi di acara Wisata Kuliner, saya Bondan Winarno, sekarang sedang berada di atas kereta api. Bukan sembarang kereta api, ini adalah Hogwarts Express, kereta api spesial yang akan membawa saya ke Hogs—“ matanya menoleh pada Anne.

“Hogwarts,” sambung Anne.

OK, Hogwarts, tempat Festival Jajanan Rakyat Sihir pertama akan dilaksanakan. Kereta api ini penuh sekali, karena dari informasi yang saya dapat, tiketnya saja sudah habis sejak seminggu lalu. Konon pihak PT Kereta Api Sihir Inggris—sejawat dengan PT KAI—sudah menambah gerbong untuk keperluan ini, dan menambah jadwal keberangkatan tiap hari selama Festival Jajanan itu dilaksananakan.

Mari kita lihat di kereta api dulu. Karena melewati waktu makan siang, kita makan siang dulu ya! Rekan saya, Mita—pak Bondan menunjuk pada handycam—yang sekarang sedang memegang kamera, dan Anne—kamera beralih pada Anne—akan membantu memberi informasi mengenai makanan-makanan yang aneh-aneh, unik dan spesial ini.”

Pak Bondan meraih satu dari troli.

“Ini apa?”

“Ini Bolu Kuali,” sahut Anne.

”Ini?”

”Itu Coklat Kodok. Ada kartunya untuk dikumpulkan,” ujar Mita.

”Wah, bagus. Ini siapa ya?” pak Bondan membuka bungkusnya, dan menemukan kartu bergambar Severus Snape sedang cemberut. Ia mendekatkan kartu itu ke arah kamera agar pemirsa juga melihat gambarnya.

”Eh, itu Severus Snape. Dia [spoiler alert!]. Makanya kami membuat kartunya.” ujar Anne.

Pak Bondan mengangguk-angguk. Dia mencoba beberapa makanan, memberi komentar, dan kemudian memberi isyarat agar kamera dimatikan. Sekarang waktunya makan beneran, bukan akting :P

Satu demi satu makanan dicobanya, sampai selesai mencoba, kereta ternyata sudah hampir sampai di Hogsmeade. Anne membuka tasnya dan mengeluarkan dua buah jubah Profesor, satu dipakainya, satu lagi diserahkan pada pak Bondan. Mita membuka tasnya sendiri, mengeluarkan jubah Aurornya.

Mereka turun di stasiun Hogsmeade. Untuk menuju Hogwarts para tamu langsung dijemput kereta tak berpenarik –”itu hewan apa? Yang seperti kuda tapi bersayap kelelawar?” tanya pak Bondan—tetapi Anne, Mita, dan pak Bondan memilih berjalan kaki ke tempat Festival Jajanan Rakyat Sihir, tempatnya cukup dekat kok. Sekalian menunjukkan tempat-tempat yang menarik.

Mereka tidak membeli karcis karena Anne mengeluarkan tiga name tag tamu khusus dan membaginya satu-satu. “Mudah-mudahan aku tidak jadi seperti Rita Skeeter,” harap Mita.

“OK, sekarang, kita mulai dari mana?” pak Bondan terlihat antusias.

”Dari pintu masuk saja, pak,” Mita mengeluarkan handycam-nya lagi dan mulai beraksi. Sebenarnya Mita tidak usah beraksi seperti kameramen –kamerawati—begitu, handycamnya otomatis merekam sendiri kok. Anne dan Mita juga agak bingung mulanya, kenapa mesti pake handycam, kan bisa pake memori aja, nanti dilihat di Pensieve. Tapi pak Bondan berkeras pake kamera, soalnya hasilnya bisa dilihat orang banyak, sedang kalau Pensieve paling hanya berdua.

”Pemirsa, saat ini saya sedang berada di tempat Festival Jajanan Rakyat Sihir, di Hogs—” pak Bondan menoleh pada Anne lagi.

”Hogwarts,” sahut Anne.

“Oh, baiklah, di Hogwarts. Kita akan mencicipi makanan yang banyak dan aneh-aneh ini.”

Pak Bondan berjalan ke stand pertama, ”Stand pertama ini bernama Bolu Kuali. Sama persis dengan apa yang kita makan tadi di kereta api.” Pak Bondan berjalan masuk ke dalam stand, dan duduk di kursi kosong, kamera beralih pada daftar menu di dinding.

”Kita lihat, daftar menunya panjang juga! Berbeda dengan yang dijual di Hogwarts Express tadi, hanya ada Bolu Kuali rasa original, di Festival ini terdapat banyak sekali rasa. Ada rasa strawberry, ada rasa capuccino, rasa tiramisu, bahkan ada Bolu Kuali versi dingin yang diberi eskrim di dalamnya!” pak Bondan menunjuk pada gambar di daftar menu. Ia menggosok-gosok tangannya, ”Pesan yang mana ya?”

Pemilik stand mendekati, ”Kalau saya boleh sarankan, Bolu Kuali versi dingin ini istimewa, pak Bondan!”

”Wah!” pak Bondan terkejut, heran namanya dikenal pemilik stand ”saya dikenal juga di dunia sihir!”

”Oh, jelas pak Bondan. Jangankan para Half Blood yang sudah tahu teknologi televisi Muggle, para Pure Blood aja, itu dulu kalau jam 2 siang pada ngungsi ke rumah-rumah para Muggle Born atau Half Blood untuk menikmati tayangan Wisata Kuliner!”

Pak Bondan tertawa, mereka berdua berjabat tangan. “Jadi, rekomendasi anda, Bolu Kuali versi dingin ya, pak?” dan Pak Bondan lalu memesannya. ”Kalau yang ini, kenapa ada tanda ’tidak selalu tersedia’?” tanyanya menunjuk pada menu yang berada di urutan terbawah.

“Karena tidak selalu ada, pak Bondan. Hanya kadang-kadang saja ada,” sahut pemilik stand, sambil bertanya pada pelayan yang mengantarkan pesanan pak Bondan, ”Sekarang sedang ada, tidak?”

Pelayan itu mengangguk, dan kembali ke dapur untuk mengambilkan menu tersebut.

Pak Bondan mendekatkan wajah ke arah kamera, ”Tahukah anda, menu apakah ini?” Kamera mendekati pelayan tadi, datang dengan nampan, dan ... Bolu Kuali yang dibawanya berwarna hitam! Kamera mendekat ke Daftar Menu dan terbaca ... Bolu Kuali Rasa Gosong ...

*gubraks*

Anne nyaris jatuh dari kursinya, sedang pegangan Mita pada handycam jadi goyang :P Periksa saja nanti, kalau edisi ini sudah disiarkan ya, pasti ada gambar yang goyang. Itu juga kalau nggak diedit :P

Selesai icip-icip di stand Bolu Kuali, berikutnya pak Bondan masuk ke stand sebelahnya. Sepertinya isinya camilan. Ia mengambil sebungkus, mendekatkan pada kamera dan membaca judulnya keras-keras: ”Kacang Segala Rasa Berty Boots”.

”Wah! Segala Rasa? Memangnya ada rasa apa saja?” tanya pak Bondan pada penjaga stand.

”Segala rasa, benar-benar segala rasa, pak,” sahut penjaga stand sambil menyodorkan stoples contoh. Pak Bondan penasaran, dan mencomot sebutir, memakannya.

“Wah! Maknyuss! Rasa nasi pecel Madiun! Coba lagi—“ pak Bondan mencomot sebutir lagi. “Waduh! Yang ini rasa soto Betawi!”

Dan pak Bondan mencoba-lagi-mencoba-lagi, terus menemukan rasa yang enak-enak:

“Rasa nasi Padang! Rasa klappertart! Rasa batagor! Rasa kari kepala ikan—“

“Er—“ Anne berpandangan dengan Mita, “—tak biasanya orang mencoba permen ini dan terus-terusan mendapat rasa yang enak. Mungkin keberuntungan sedang bersama kita?”

Maka Anne dan Mita pun bersamaan mengambil sebutir, dan memasukkan ke dalam mulut—

“Yaiks! Rasa gosong—“

“Phueh! Rasa obat!”

Anne dan Mita kembali berpandangan. Kenapa mereka berdua mendapat rasa yang nggak enak, sementara Pak Bondan terus mendapat rasa-rasa yang enak ya?

Penjaga stand itu malahan terus memperkenalkan permen-permen lain yang lebih aneh lagi. Ada Kerumunan Kecoak—yang ditanggapi Pak Bondan dengan tenang: ‘di Thailand juga ada’. Ada lolipop dengan rasa darah—cocok untuk vampir. Ada juga permen yang membuatmu bernapas api bak naga.

Belum lagi etalase di sebelahnya yang penuh dengan coklat yang membuat kita menitikkan air liur, ada coklat HoneyDukes, dan ada Coklat Kodok yang langsung dikenali oleh pak Bondan. Kali ini, Coklat Kodok yang dicicipi pak Bondan kartunya Albus Dumbledore, yang mengedipkan mata pada pak Bondan dan menawarkan permen jeruk padanya.

“Ayo, kalau kita tetap di sini terus-terusan, nanti stand yang lain tidak kebagian liputan—“ sahut pak Bondan mengingatkan.

Maka kembali rombongan bertiga ini memasuki stand-stand lain. Ada stand-stand produsen makanan, seperti Bolu Kuali tadi, tapi juga ada stand-stand rumah makan atau rumah minum terkenal. Seperti misalnya Three Broomsticks atau kedai es krim di Diagon Alley, Florean Fortescue.

Satu-satu dikunjungi, makanan atau minumannya dicicipi, dan dikomentari. Rata-rata ‘mak nyus’ dan ‘endang gulindang bambang’...

“Semua sudah berapa stand ya, nak Anne?” pak Bondan keluar dari kumpulan stand terakhir, “Sepertinya ada lima-atau-enam puluh stand—“

“Tapi itu belum selesai, Pak,” sahut Mita sambil mengarahkan perjalanan menuju pintu keluar Festival, “ada satu lagi kumpulan stand yang belum kita cicipi—“

Dan ketiganya mengusap perut.

Mana hari sudah semakin sore, langit sudah gelap, dan awan tebal sudah mulai menggantung. Harus cepat-cepat, kalau tidak keburu kehuja—

Tes! Tes! Tes!

Yah!

Hujan deh!

Ketiganya berlari masuk ke tenda stand terakhir itu. Tendanya besar, karena sepertinya stand ini gabungan. Ternyata memang gabungan. Tenda itu terbagi dua, satu untuk Forum Orang Tua Murid dan yang satu lagi kumpulan guru-guru!

“Yaiy!” Anne bersemangat, “—masakan hasil para guru! Mau!”

Tapi ia harus mundur dulu sedikit karena yang pertama menyambutnya adalah Hagrid!

“Madam Lumos! Ayo, cicipi m’sakanku dulu!” serunya antusias.

Anne menggeser ke belakang pak Bondan, “—eh, nanti dulu ya, Hagrid? Mau mengantar pak Bondan ini keliling mencicipi yang lain dulu—“

Hihi. Berhasil. Hagrid menyambut lagi tamu-tamu yang lain.

Hujan semakin deras, tetapi tenda-tenda dalam Festival itu sudah dilindungi oleh mantra jadi tak terpengaruhi. Paling-paling, suhu yang semakin dingin—

“Kalau begini sih, enaknya ke situ, Ne—“ usul Mita sambil menunjuk beberapa bangku dan meja panjang di pojokan. Anne setuju, dan memberi isyarat pada pak Bondan untuk bergabung bersama beberapa penyihir yang sudah terlebih dahulu bergabung di sana.

Ada apa di sana?

Ternyata Mrs Weasleys sedang menuangkan sup bawangnya yang sangat terkenal ke mangkok-mangkok, mengepulkan uap, menggoda cacing-cacing di perut. Beberapa pisau sedang berkerja sendiri di meja memotong-motong roti, menyimpannya di beberapa keranjang, dan dengan sendirinya tersimpan di beberapa tempat di atas meja.

Pak Bondan, Anne, dan Mita berhasil mendapat tempat duduk di satu sudut. Mrs Weasley menyendok sup yang masih menggelegak itu dari panci dan menuangkannya ke tiga mangkok. Menjentikkan tangannya, salah satu keranjang roti berlari mendekat.

“Kali ini, kita makan beneran,” sahut pak Bondan, “—tidak cuma mencicipi saja, rupanya—“

Anne dan Mita mengangguk menyetujui. Tak bisa berbicara, soalnya walau sup bawangnya panas, tapi tak bisa dibiarkan lama-lama. Sudah menggoda sedari tadi. Pak Bondan juga tak berbicara, hanya mengacungkan jempolnya pada Mrs Weasley!

Sore semakin lama semakin berganti dengan malam. Hujan berhenti. Para pengunjung Festival Jajanan Sihir satu persatu meninggalkan tempat dengan perut kenyang. Kereta Hogwarts Express saat itu dioperasikan spesial pada malam hari untuk mengantar para pengunjung kembali ke London.

Dalam kereta, tak banyak suara tercipta. Sepertinya, kekenyangan dan dinginnya malam, belum juga kelelahan, membuat hening suasana.

Tapi—

“Ini benar-benar hari yang spesial, Anne, Mita. Perjalanannya istimewa, makanannya juga istimewa. Tak akan terlupakan—“

“Mudah-mudahan tak terlupakan, pak!” sahut Anne berseri-seri.

-o0o-


Di kantor Kepala Sekolah, Profesor McGonagall memperhatikan tanda pada daftar anak-anak dengan umur layak sekolah. Tadinya, tanda ‘akan bersekolah di Hogwarts’ hanya sedikit sekali. Kebanyakan anak-anak kelas lanjut. Kebanyakan anak-anak usia awal sekolah, tanda-nya berada di ‘homeschooling’.

Jam-jam belakangan ini, tanda itu banyak yang berubah. Beralih dari ‘homeschooling’ menjadi ‘Hogwarts’.

Profesor McGonagall menghela napas lega.

Mengangkat kepala, hendak berbicara pada lukisan di belakang kursinya, tetapi lukisan di situ sudah terlelap.

Ia tersenyum.

Berjalan ke pintu, mematikan lampu dengan satu jentikan jari, dan keluar dari ruang Kepala Sekolah.

Esok masih ada.

Dan esok akan jadi hari yang cerah.

FIN





AN:

1) jenis mobil dan nama url link disamarkan karena takut di sangka mensponsori FF ini :)