Sunday, June 04, 2017

[REVIEW] The Long Way to a Small Angry Planet



The Long Way to a Small Angry Planet
Becky Chambers
Hodder & Stoughton, 2015


Lelah dengan novel-novel dystopia nan penuh angst, lalu tak selesai-selesai (terbit satu, sambutannya bagus, lalu jadi trilogi, lalu ada prekuel, lalu ada dari POV tokoh lain--padahal ceritanya masih di situ-situ saja, dan seterusnya, dan seterusnya). Lelah juga dengan novel-novel yang katanya scifi, tapi isinya cuma romans dengan latar belakang 'planet anu galaksi anu' doang.

Lalu ada ini. Judulnya unyu. Jadi penasaran kan.

Semakin menggoda saat di bookdepository diskon 40% lebih, tinggal 70rb. Tapi ga punya CC. Tapi bisa nitip. Ehehe. Jadilah kutitip. Lalu kulupakan (soalnya pembelian bookdepo-ku yg pertama datengnya 2 bulan dong). Ternyata 3 minggu udah dateng! Ini pertanda!

Pandangan pertama, bukunya lumayan tebel. Lalu hurufnya kecil-kecil. Seperti biasa, baca awalnya rada lama, rada lelet.

Bab pertama tentang tokoh utama wanita. Bab kedua tokoh utama pria. LANGSUNG SUUDZON: ini pasti romans antara mereka! Hih, romans ngaku-ngaku scifi lagi deh!

Tapi review-review di GR bagus-bagus, dan banyak yang senang karena 'with positive vibes'. Baiklah. Mari kita coba teruskan.

Apalagi kemudian ada challenge membaca di bulan Mei. Ada motivasi untuk menyelesaikan. Beberapa buku di awal Mei ada yang kurang klik buatku, tapi tetap kuselesaikan juga. Jadi, inipun kubaca dengan motivasi sama: selesaikan demi challenge.

TERNYATA KUTAKMENYESAL!

Jadi, TLWtaSAP ini mengisahkan keseharian para awak kapal kargo antar galaksi: Wayfarer. Ada yang menyamakan dengan Star Wars. Memang kesan pertama lebih ke Star Wars: kapal compang-camping dengan teknologi tambal sulam. Langsung keingetan kapalnya Han Solo.

Tapi mereka jauh dari perang (ada sih perang, tapi di galaksi entah di mana). Jadi lama-kelamaan kesannya justru lebih ke Star Trek. Berpetualang ke planet-planet ke galaksi-galaksi dengan budaya berbeda (awak kapal Wayfarer sendiri juga beda spesies beda budaya).  To boldly go where no man has gone before, gitu.

Kapten kapalnya Ashby Santoso. Dengan deskripsi:  'tight black curly hair, amber skin' boleh ditebak dia berasal dari bumi sebelah mana. Iya, kapten Santoso, manusia yang leluhurnya dari bumi, tapi bumi sudah tidak bisa ditempati, jadi manusia bumi terpencar-pencar: ada yg menetap di koloni di Mars seperti Rosemary Harper, ada yang seperti Artis Corbin, ahli algae--bahan bakar kapal, di salah satu bulannya Saturnus, Sol.

Kapten Ashby ini terkenal di antara awaknya sebagai engga mau pegang senjata. Dia trauma perang.




'Humans can't handle war [...] we're just not... mature enough for it' (hlm 133-134)

Lalu ada Sissix, pilot dari Aandrisk, semacam reptil cerdas. Dokter merangkap koki: Dr Chef, seorang/seekor (?) Grum. Nama aslinya bukan untuk diucapkan manusia karena syusyahsekali, jadilah dia bertitel Dr Chef. Kelaminnya sekarang laki-laki, karena seorang Grum itu terlahir perempuan, setelah selesai habis telur-telurnya dia menjadi laki-laki, lalu nanti saat tua: bukan dua-duanya.Tangan/kakinya enam.  Ada juga Ohan, navigator, menyebutnya bukan 'he' tetapi 'they' karena mereka itu Sianit Pair. Kizzy Shao, teknisi mesin yg cerewet bukan kepalang, lalu Jenks teknisi komputer dan sejenisnya yg jatuh cinta pada AI kapal: Lovelace aka Lovey.

Berbagai kesulitan, kesenangan, takjub dan kekaguman, filosofi dan sikap selesai dituliskan satu atau dua bab. Jadi kepikir kalau dibikin film, bagusnya bukan film bioskop tapi film seri televisi kali ya! Dan memang, isinya ternyata penuh positive vibes. Ada banyak pertengkaran dan kesulitan, berakhir dengan--tidak selalu manis sih, tapi bittersweet gitu. Kesannya, para awak kapal ini punya persaudaraan yang erat.

Kemudian ternyata ada lanjutannya, The Close and Common Orbit, mengisahkan awak kapal yang lain. Jadi bisa dibaca sendiri-sendiri, bukan satu cerita. Kumauuuuuu!

Oya, buku ini cuma terbit edisi paperback-nya saja. Ada edisi US ada UK, karena edisi UK-ku unyu, maka akan kutunggu buku 2 edisi UK-nya, 15 Juni nanti (edisi US-nya udah terbit duluan)

Ingin baca lagiiiiiii xDD


Saturday, February 25, 2017

[REVIEW] Semua Ikan Di Langit










SEMUA IKAN DI LANGIT
Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie
Ilustrasi juga oleh Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie
Pemenang Pertama Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta 2016
262 hlm
Grasindo, Jakarta 2017


Ini adalah sebuah kisah cinta.

Pra-prolognya menyimpulkan:


Inilah kenapa perut orang jadi gendut kalau makan terlalu banyak: karena mereka perlahan-lahan menjadi planet, dimulai dari perut yang menyimpan begitu banyak konstelasi bintang.


Dalam bincang bukunya Ziggy tadi sore di Bandung, pembawa acara @arielseraphino menyatakan, walau ini adalah pemenang Sayembara Novel DKJ, walau ada banyak orang menyatakan ini adalah karya sastra, tetapi biarlah semua orang membacanya sesuai dengan kesukaannya. Ada yang menyatakan ini karya religius (karena Beliau-kah?) ada yang menyatakan mirip-mirip Le Petit Prince-lah. Bebas saja!

Karena ambu membaca beberapa karyanya di wilayah anak-anak (Planetes, Teru Teru Bozu, Toriad) dan kemudian membaca pra-prolog sedemikian, maka ambu bersiap untuk membaca karya fantasi dengan kacamata anak-anak!

Jadi, tersebutlah sebuah bus DAMRI biru trayek Dipati Ukur – Leuwipanjang, yang setelah seharian bertugas berkeliling kota, pulang, mandi, dan beristirahat untuk kembali bertugas esok hari.

Tetapi, tidak.

Malam itu sang bus kedatangan tamu, segerombolan ikan julung-julung, yang membawanya terbang ke antariksa. Bersama dengan seorang anak laki-laki--si bus menyebutnya Beliau--mereka bepergian ke sana ke mari. Menuju Kamar Paling Berantakan di Seluruh Dunia dan meraup Bastet si kucing. Menjemput Nad--nama panjangnya adalah Nadezhda, bagus amat namanya untuk seekor kecoa! Bukan hanya bepergian antar-galaksi, tetapi juga antar-waktu, mereka menuju Auschwitz, Jerman 1944.

Dalam perjalanannya, sang bus kemudian mengetahui, menyadari, merasakan, berbagai hal. Rasa sedih. Rasa marah. Melalui Nad sang kecoa pintar, si bus juga mengetahui berbagai hal. Oya, si Bus juga bisa berkomunikasi dengan makhluk lain melalui kaki-kaki mereka yang menapak lantai bus. Demikianlah caranya ia berbicara dengan Nad, dengan Chiro si kucing, dengan Umi Yuyun, dengan siapapun.

Mengetahui bahwa Beliau mahir menjahit, menjahit segala hal, bahkan menjahit hati yang patah. Mengetahui alasan kenapa Beliau tetap mengapung dan tak menapak di lantai bus. Dan mengetahui bahwa...

...ia, si bus, bisa mencintai.


...Kadang-kadang, Beliau membiarkan makhluk hidup yang berada di sekitar benda mati membagikan sedikit jiwanya ke benda mati itu. Kalau mereka cukup peduli dengan si benda mati, tentu saja... [131]

Karena itulah ambu merasa bahwa cerita ini adalah cerita cinta. Cinta yang tidak biasa, yang sangat sederhana, tetapi karenanya manis dan unyu.

Iya, unyu! Walau bus selalu menganggap dirinya gendut, tetapi ia unyu di mataku.

Dan buku ini dipermanis dengan ilustrasi Ziggy sendiri, berwarna dan unyu sekali. Walau ada beberapa di antaranya membuat mata basah.

kusedih...

*peluk Bus*

Dari Bincang Buku tadi sore juga diketahui bahwa buku ini akan dibawa ke London Book Fair. Tadi ada buku terjemahannya, persis rupa sampulnya. Diterjemahkan sendiri oleh Ziggy!

Semoga semakin banyak yang membaca buku ini!



Friday, November 25, 2016

Menyunting Kenangan

[ENTRY INI BERKECENDERUNGAN UNTUK MENYISIPKAN SPOILER]

Tahun 2004, sebuah penerbit besar merayakan ulangtahun ke-30. Di antaranya dengan menerbitkan kumpulan cerpen hasil karya editor-editor mereka, Cinta dalam Stoples.

Salah satunya adalah karya Novia Stephani, Menyunting Kenangan.






Selebihnya bisa dibaca di sini

Menyunting Kenangan berlatar scifi futuristis, bercerita tentang seorang Tira Allen yang ditinggal mati kekasihnya Elouise, tepat sebelum ia akan melamarnya. Hari-hari sesudahnya menjadi tak keruan. Ia selalu teringat Elouise. Ia kemudian menghubungi Fresh Start Psychoneurological Research Facility untuk menggunakan fitur MemoDit untuk menghapus memorinya. Menyunting kenangan.

Ia harus membawa semua memorabilia yang berhubungan dengan Elouise untuk dihancurkan, lalu Fresh Start akan menghapus semua kenangan tentangnya. Simpel. Dengan demikian ia bisa melanjutkan kehidupannya.

Pada awalnya memang berjalan mulus. Ia berhubungan dengan Anne. Ia melirik gadis-gadis manis berbaju tipis dan pendek. Tapi kemudian ia menghirup aroma parfum Elouise yang ia kenal, Angelique.

*****





Dalam buku terakhir The Mortal Instruments, City of Heavenly Fire, empat shadowhunter, satu warlock, dan satu vampire, terperangkap di dimensi yang dikuasai Asmodeus, si pangeran iblis. Asmodeus juga sebenarnya adalah ayah dari si warlock, Magnus Bane.

Asmodeus mengijinkan kelima pemuda itu kembali ke dunia nyata, tapi Magnus tidak boleh kembali. Magnus sudah pasrah saja, toh ia sudah hidup lebih dari 400 tahun lamanya. Kemudian Asmodeus melihat Simon Lewis. The Daylighter. Vampir yang bisa berjalan di siang hari.


Ini lebih menarik untuknya. Terutama memorinya. Maka ia mengijinkan keenam pemuda itu kembali ke dunia nyata, kecuali memori Simon selama menjadi Daylighter, dan memori-memori yang berhubungan dengannya.

Maka Simon kembali ke dunia nyata tanpa ingat bahwa ia pernah menjadi vampir. Tanpa pernah ingat bahwa ia bersahabat dengan shadowhunters. Bahkan ia tak bisa ingat bahwa ia pernah bersahabat akrab nyaris pacaran dengan Clary. Saat Clary menelepon, yang ia ingat hanya: mungkin ini gadis teman sekelas yang sama-sama mengambil kelas Bahasa Inggris dan ingin mengerjakan tugas bersamanya.

Kelima sahabatnya ingin agar Simon ingat kembali semua saat yang mereka alami bersama. Clary dan terutama Izzy. Tapi sia-sia. Simon bahkan tak ingat bahwa dia sering ke sebuah kafe, padahal si pelayan kafe kenal dia dan kebiasaannya berdua bersama Clary dulu. Simon sekarang masih bersama dengan teman-teman band-nya dengan nama yang selalu berubah. Dan ia memberikan flyer jadwal manggung band-nya.

Nama band-nya sekarang jadi The Mortal Instruments.

Magnus langsung berkesimpulan bahwa pemulihan memori Simon bisa dilakukan! Walau sedikit-sedikit dan dalam waktu yang lamaaaaaa sekali.

Sehingga saat pernikahan ibu Clary Jocelyn dengan manusia serigala Luke, Simon bisa datang, dan sedikit-sedikit mulai mengingat siapa dan apa di sana.

*****

Di akhir film Fantastic Beasts and Where to Find Them, dilukiskan Jacob Kowalski yang No-Maj diharuskan di-Obliviate. Proses Obliviate massal yang sedang dilangsungkan adalah dengan menumpahkan intisari cairan dari Swooping Evil dalam hujan deras yang dipanggil oleh Frank the Thunderbird ke seluruh kota.

Perkiraan ambu, konsentrat cairan ini sungguh sangat dahsyat sehingga bisa membasahi seluruh kota. Lalu, bagaimana yang berada di dalam bangunan dan tidak terbasahi? Ada yang mengira-ngira: masuk dalam saluran air. Tapi itu kalau yang lagi mandi/minum. Bagaimana kalau yang hanya berteduh saja, tak melakukan apa-apa?

Perkiraan ambu: aroma. Bayangkan saat hujan pertama kali menyentuh tanah, aroma yang menguar yang banyak orang suka, disebut petrichor. Nah, cairan ini sepertinya punya efek yang sama. Jadi cairan bekerja tidak hanya pada hujan yang membasahi, tapi juga aromanya menguar ke seluruh kota, dihirup oleh seluruh No-Maj.

Mungkin tidak oleh mereka yang berada di basemen. Atau di stasiun bawah tanah, seperti Jacob. Karena itulah ia naik ke permukaan, dan menyongsong hujan.

Tapi, apa yang dihapus oleh cairan itu?

Perkiraan ambu, memori dalam pikiran.

Tapi rasa kagum, mungkin gemas pada Niffler, takut pada Erumpent, sayang pada Demiguise, itu bukan pikiran. Itu rasa. Ada di hati, bukan di otak. Apalagi getar-getar asmara pada neneng Queenie. (Iya, pengendalinya sih di otak xD)



*****


Ketiga fiksi ini lewat begitu saja sehabis membaca-baca obrolan di grup IndoHarryPotter di Facebook. Entah, tapi ada persamaan di dalamnya.

Di cerpen pertama, semua sudah dirancang sebegitu sempurna, sebelum tetiba muncul faktor luar yang memang tak akan bisa dihalangi. Tira bisa membuang semua memorabilia yang ada padanya, tapi memorabilia yang menjadi milik umum, bagaimana mengenyahkannya? Wangi Angelique bisa dijabarkan secara umum, tapi secara subyektif bagi Tira, Angelique itu Elouise.

Di fiksi kedua, Asmodeus sudah sedemikian sakti sehingga semua yang berhubungan dengan memori Simon sebagai Pejalan Siang sudah dihapus. Bahkan ia tak mengenali telepon Clary, temannya sedari kecil.

Tapi rasa tak bisa dihapus. Alam bawah sadar Simon punya rasa pada The Mortal Instruments. Dan dengan demikian, Magnus bisa membangkitkan sedikit demi sedikit rasa yang Simon masih simpan: pada Clary, pada Izzy, pada semuanya!

Apalagi pada fiksi ketiga.

Karenanya, hapuslah pikiranmu. Rasa akan tetap bertahan, bawah sadar maupun sadar!


Wednesday, November 23, 2016

[REVIEW] MONSTER AND BEAST

[ENTRY INI MUNGKIN PENUH DENGAN SPOILER]

Monster dan hewan-hewan buas?

Alkisah di suatu tanggal 13 Oktober 2016, pergilah ambu menonton A Monster Calls sendirian xD Filmnya bagus sekali. Dan seperti biasa ambu pun ber-fangirling berkabar pada beberapa kawan. Sebagian dari mereka, setelah menonton juga, lalu berkabar berbeda.

"Ah, biasa saja. Atau mungkin hatiku sudah menjadi batu?

Mungkin ya, mungkin tidak.

Mari kita merunut balik.

Di suatu saat, seorang teman menyarankan 'The London Eye Mystery' tulisan Siobhan Dowd pada ambu. Begitu dapat, langsung dibaca.

Premisnya sederhana, seorang anak dan ibunya berkunjung ke London pada keluarga saudara si ibu, keluarga Spark. Mereka kemudian mau naik The London Eye, kincir angin raksasa yang terkenal di London itu. Si anak, Salim, naik, tapi tak pernah turun lagi. Ke mana ia?

Ceritanya sederhana, pemecahan masalahnya juga sederhana. Yang tidak sederhana ialah karena peristiwa ini dilihat dari sudut Ted Spark, seorang anak penyandang Asperger.

Siobhan Dowd piawai dalam menyusun kata, hingga isi hati isi pikiran Ted Spark bisa menarik. Buku The London Eye Mystery ambu beri lima bintang di Goodreads.

Lalu ambu menelusuri buku-bukunya yang lain. Sayang baru satu itu bukunya yang diterjemahkan di Indonesia. Menelusuri riwayat hidupnya, ternyata Siobhan sudah meninggal, karena kanker...

Sedihnya kalau seorang penulis meninggal ialah, kemungkinan ada banyak ide yang belum diwujudkan dalam bentuk tulisan. Salah satu ide Siobhan yang belum terwujud itu kemungkinan sempat dibicarakan pada Patrick Ness, sahabatnya. Kemudian lahirlah A Monster Calls.

Saat itu A Monster Calls belum diterjemahkan. Kebetulan saja ada diskon di salahsatu toko buku impor, jadi ambu bisa membelinya, dan engga tahunya ternyata itu edisi ilustrasi. Ilustatornya adalah Jim Kay, yang kemudian juga mengilustrasi Harry Potter Illustrated.






Ceritanya tentang seorang anak, Connor. Ayah-ibunya sudah berpisah, ayahnya sudah menikah lagi dan pergi ke Amerika, sementara ibunya menderita suatu penyakit.

Suatu malam Connor didatangi seorang/sebentuk monster. Monster itu tidak datang untuk menakut-nakuti, membuat suasana jadi horor, melainkan untuk bercerita. Ada 3 yang akan diceritakannya, lalu di akhir Connor yang harus menceritakan kisahnya, kisah ke-4.

Cerita-cerita yang dituturkan si monster ternyata berdampingan dengan keadaan yang sedang dialami Connor: ibunya yang sedang menderita penyakit mematikan, Connor sendiri dirundung di sekolah, kerinduan Connor akan ayahnya, neneknya yang 'asing' bagi Connor.

Ini... mencekam. Bukan mencekam model film horor atau suspense begitu, lebih ke psikologis. Lalu timbul pertanyaan: apakah kesemua situasi mencekam itu dialami oleh Siobhan pada saat-saat terakhirnya? Apakah A Monster Calls ini lebih merupakan catatan harian Siobhan sendiri?



Lalu 13 Oktober saat filmnya premier, ambu nonton sendiri (literary sendirian karena dalam bioskop cuma sendiri, plus kemudian mbak penjaga karcis dan mas pembersih turut nonton di kursi depan). Secara umum, film persis dengan buku.

Dan pertanyaan itu muncul lagi. Apakah semua perasaan yang dialami Connor itu adalah perasaan Siobhan saat ia divonis menderita kanker? Ketakutannya? Kemarahannya? Kesendiriannya?

Lalu di saat akhir, saat ia 'menyerah', saat ia membiarkan semua berlalu sebagaimana adanya, apakah begitu juga perasaan hati Siobhan di saat-saat terakhirnya?

Karena itu, masa bodo kalau orang lain menilai buku dan film ini membosankan. Buku dan film ini lima bintang buatku. Pas sekali menggambarkan suasana hati dan pikiran Connor sebagai wakil dari Siobhan, pada saat-saat akhir...

Kemudian setelah monster, datanglah beast... Bukan, bukan Beauty and Beast, itu mah tahun depan xD





Sampai saat ini ambu sudah dua kali nonton #nyengir tapi masih pengen lagiiiiiiii!

KUMAU PELIHARA FRANK!

*eta ku keukeuh* xD

 Daaaaaan, sama seperti A Monster Calls, ambu nonton di pertunjukan pertama, lalu kabar-kabari pada yang lain. Sama  juga seperti A Monster Calls, sebagian langsung fangirling bersama, sebagian lagi tidak.

Alasannya bermacam. Ada yang karena ternyata FBAWTFT asalnya dikira bakal seperti acara Steve Irwin dan semacamnya, dengan macam makhluk yang fantastis karena makhluk sihir, ternyata di akhir malah condong ke politik sihir. Inin sih sama, sebenernya pengharapan itu pada hewan-hewan fantastis yang banyak, Tapi kalau engga ada ceritanya sih kan engga seru xD

Ada juga yang melabeli FBAWTFT membosankan karena... Newt ngga ganteng, culun, dan canggung. Tina juga canggung. Sihirnya engga kolosal.

Bwahaha. Ini cerita seorang Hufflepuff, mana bisa ganteng cetar kolosal membahana! Tipe Newt itu bukan seleb di atas panggung, dia lebih suka bekerja di belakang layar.

Maka benar komen salahsatu Potterhead: ini mah film buat Potterhead, bukan buat Muggle atau No-Maj. Biukan buat penggemar film holiwut dengan bintang ganteng dar-der-dor dan sebagainya.

Suka sekali pada penggambarannya yang canggung, tapi terlihat kalau dia sayang sekali pada semua hewannya. Prinsipnya: binatang harus dimengerti. Kalau semua hewan mengerikan harus dibasmi, punah dong semuanya? Hewan-hewan mengerikan itu kan bukan mau mereka, bukan kemauan mereka lahir tidak dengan wajah ganteng atau cantik...




Umumumumu!

Satu lagi di sini: lelaki berkemeja lengan panjang digulung sesiku. Aih! Meleleh lah. Tinggal satu lagi: kalau saja Newt pakai kacamata. Meleleh level dewa xDD

Singkat kata: monster and beast itu korban stereotip. Mereka tidak jahat, mereka tidak minta dilahirkan seperti itu. Pahamilah, sayangilah, dan dunia berada di dalam genggamanmu #tsaah!

Sebenernya lebih pas lagi ya, kalau Beauty and the Beast udah main juga. Sama kan premisnya, Beast itu tidak selalu jahat, pahamilah mereka.

Wednesday, August 03, 2016

[REVIEW] Harry Potter and The Cursed Child






7 Juni 2016 di Palace Theater London dimulai preview pementasan Harry Potter and the Cursed Child. Sejak itu, dunia menanti-nantikan salinan naskah teaternya. Special Rehearsal Edition Script terbit pada 31 Juli 2016, bahkan digembar-gemborkan sebagai ''Buku Harry Potter ke-8' lengkap dengan peluncurannya, ada yang tengah malam, sementara di Indonesia dilaksanakan pukul 6 pagi.



Launching Harry Potter and the Cursed Child
Periplus-IndoHarryPotter-BNI46 - Lotte Shopping Avenue

Jadi, seperti apa isi bukunya? Apakah memang mengecewakan?



Pertama-tama, ini adalah naskah drama. Bukan novel. Jadi isinya tidak akan ada deskripsi panjang membuai nan cantik seperti tulisan JK Rowling pada umumnya. Bentuknya dialog dengan sedikit sisipan narasi.

Susah bacanya?

Ya jangan membayangkan teater Shakespeare dong ah!

IMHO, menurutku justru lebih mudah membacanya, lebih mudah menyerapnya. Tidak akan ada--kalaupun ada akan sedikit sekali--kata-kata aneh ataupun istilah, yang membuat kita harus membolak-balik kamus offline maupun online. Bayangkan saja orang berbicara di depan kita, bagaimana saja orang ngobrol, tentu saja mereka akan menggunakan kosakata sehari-hari.

Kecepatan membaca juga bertambah, buku setebal 343 ini bisa ambu selesaikan dalam waktu beberapa jam, ya soalnya itu: isinya kebanyakan dialog. Satu halaman paling isinya hanya 15-20 kalimat, apalagi kalau dua orang ketemu dan saling ber-hai-hai-apa kabar, sehalaman isinya cuma itu doang xD

Kecewa karena tidak bertemu dengan deskripsi cakep punya mami Jo? Ya enggak akan nemu dong! Pertama, ini naskah drama, dan yang kedua: yang menulisnya bukan mami Jo, walau sudah dibaca dan disetujui oleh mami Jo. Penulisnya adalah Jack Thorne, penulis naskah teater, film, televisi dan radio; plus John Tiffany sutradaranya.

Berikutnya, seperti apa sih isinya?

Bentar. Yang belum baca dan engga mau spoiler, silakan tekan 'back' dan lanjutkan hidupmu dengan tenang. Yang sudah baca atau yang belum baca tapi justru mau spoiler, silakan teruskan xD
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
1. Awal

Buku diawali dengan bagian akhir Deathly Hallows. Pas adegan Lily teriak 'Uncle Ron! Uncle Ron!' iiiiiih, jadi pengen ikutan lari dan peluk paman Ron xDD

Dan beneran jadi pengeeeeen banget nonton teaternya. Ada beberapa adegan (banyak!) yang pengeeeeen banget liat seperti apa yang mereka lakukan di atas pentas.

Ada beberapa adegan juga yang engga kebayang seperti apa visualisasinya di pentas, seperti saat beberapa tokohnya minum Polyjus dan berubah. 

2. Fanfiksi

Okey, sebelum nerima buku ini, sudah banyak beredar tulisan di internet dari mereka yang sudah baca, berkata ada banyak fanfiksi di internet yang lebih baik dari Cursed Child.

Memang.

Jangan lupa, fanfiksi itu juga terdiri dari banyak deskripsi, dan ada banyak orang yang piawai menulis deskripsi yang cantik. Jelas saja akan ada banyak fanfiksi di internet yang JAUH lebih keren dari Cursed Child. Jangan lupa, fanfiksi keren itu juga terdiri dari deskripsi cantik, sedang Cursed Child ini kebanyakan terdiri dari dialog.

Ini bukan apologi.

Apalagi?

Tema! Tema yang diangkat dalam Cursed Child ini mem-fanfiksi banget dan sudah banyak beredar. Sebut saja:
- Time Travel
- Voldemort punya anak
- Time Turner-nya disembunyiin di buku dengan teka-teki tertentu dan bocah-bocah itu berhasil menebaknya.

Lalu mengulang adegan Harry, Hermione, Ron, minum Polijus lalu menyelinap ke Kementrian, di sini Al, Scorpius, dan Delphi yang minum...

Bisa dibilang Cursed Child ini engga menyajikan sesuatu yang baru. Tapi memang ini sulitnya fandom yang sudah mendunia dan merajalela sedemikian, sehingga saat si empunya ide hendak melanjutkan, jadi serba salah. Maju ke mana pun, fans akan ada yang sudah membuat fanfiksi/fanart seperti itu. Dengan mudah kita akan berkata: waaaah, kok seperti fanfiksinya si X ya? Kok seperti Al-nya si anu? Kok seperti Scorpiusnya di fanfiksinya si Z ya? Dan seterusnya.

3. Plothole

Tolong betulkan memori ambu:

- Seingat ambu Time Turner yang dipake Hermione-Harry itu cuma untuk jangkauan beberapa jam. Time Turner yang ada di Cursed Child ini mau dipake Al/Scorpius untuk membuat Cedric tidak jadi meninggal? Berapa tahun rentangnya?

- Seingat ambu, Polijus itu dibikinnya 'melewati satu purnama' --> bukan beratus purnama hingga empatbelas tahun kaya' Muggle Rangga itu! #plaks di Cursed Child ini kok mudah ya?

4. Perkembangan karakter

Perkembangan waktu memang susah kalo di teater ya, di sini juga rasanya kok cepet banget. Mungkin karena di serial satu buku isinya satu tahun, sementara di teater ini sekian tahun diselesaikan dalam beberapa halaman saja.

Tapi perkembangan karakter justru cakep!

Harry yang jauh dari Gary Stu--diperlihatkan kelemahannya dan mau berupaya memperbaikinya. Draco yang terus berusaha mempertahankan sisa keluarga yang ia punya. 

Al yang 'terjepit' posisinya, dan ini selalu terjadi dalam cerita: kurang komunikasi. Ia menyangka ayahnya X sementara ayahnya menyangka ia Z, dan terus saja prasangka itu mereka pelihara baik-baik tanpa komunikasi. Kemudian perlahan ini terkikis. 

Ini cakep banget! 

Biarin deh disebut isinya cerita yang udah basi, yang udah banyak ada di fanfiksi, tapi perkembangan karakter seperti ini cakep. Ambu suka!

Lalu:


Draco (roar): My son is missing!
Ginny (an equal roar): So is mine!

Beneran deh anaknya Molly xDD 

Lalu ini:


Draco: You--the three of you--you shone you know? You liked each other. You had fun. I envied you those friendships more than anything else. [...] I was alone. And it sent me to a truly dark place. For a long time. Tom Riddle was also a lonely child. You may not understand that, Harry, but I do--and I think Ginny does too

[pengen peluk Draco]

5. Fanservis



Rose: What do I smell off?
Scorpius: No, I meant it as a nice thing. You smell like a mixture of fresh flowers and fresh--bread

-----


Hermione (di sini dia jadi Minister of Magic): I meant it, Harry, I will not be Cornelius Fudge on this one. I will not stick my head in the sand. And I don't care how unpopular that makes ME WITH DRACO MALFOY (kapitalisasi oleh ambu)

Btw, kalau dalam film Hermione sudah diperankan oleh (karena masih anak kemudian menjadi gadis remaja, maka bukan Noma, tapi) Cherrelle Skeete, apakah pair DMHG akan merajalela seperti sekarang? Mwahaha!

-----


Professor McGonagall: Well, if I didn't see you, I didn't see you

--> kenapa langsung inget percakapan 'have a biscuit, Harry' itu xDD

-----


Albus: Friends?
Scorpius: Always

Wooooi, itu line-nya Severus! #dikeplakScorpius xDD

-----

Dan Severus ada! Dan bersama Hermione! Dan manggil Hermione 'Hermione' bukan Miss Granger! Dan Hermione juga kemudian manggil dia 'Severus'! *histeris* xDD



-----


Draco: Hermione Granger, I'm being bossed around by Hermione Granger. (She turns towards him, he smiles) And I'm mildly enjoying it

*grins*

6. Ending

Ini yang ambu paling suka di ending:


Harry: But the thing that scares me most, Albus Severus Potter, is being a dad to you. Because I'm operating without wires here. Most people at least have a dad to base themselves on--and try to be or not to be. I've got nothing--or very little. So I'm learning, okay? And I'm going to try with everything I've got--to be a good dad for you
Albus: And I'll try and be a better son. I know I'm not James, Dad, I'll never be liked you two--
Harry: James is nothing like me
Albus: Isn't he?
Harry: Everything comes easy for James. My childhood was a constant struggle
Albus: So was mine. So you're saying--am I--like you?



Jadi, kesimpulannya, terlepas dari semua kekurangannya, ambu suka Cursed Child ini. Selama disadari bahwa ini bukan buatan mama Jo, jadi ada banyak kekurangannya, tapi ambu akan baca lagi dan baca lagi dan baca lagi!

They were great men, with huge flaws, 
and you know what--
those flaws almost made them greater
(peluk semuanya)

Friday, June 03, 2016

[REVIEW] The Queen of the Tearling



THE QUEEN OF THE TEARLING
Erika Johansen
Penerjemah: Angelic ZaiZai
Mizan Fantasi - 2016
540 hlm
Rating: D - Dewasa

Ambil hati rakyatmu, atau relakan takhtamu

Seumur hidupnya, Kelsea hidup terasing di sebuah pondok tengah hutan, dididik keras oleh orangtua angkatnya. Sebagai putri mahkota, Kelsea diungsikan untuk menghindari ancaman Ratu Merah dari Kerajaan Mortmesne. Di usia 19, Kelsea harus mengambil alih takhta Kerajaan Tearling. Sebuah tugas yang tidak mudah, karena banyak pihak mengincar nyawanya.

Perjelanan menuju ibukota saja sudah penuh marabahaya, Kelsea diserang, diculik, dan nyaris tewas. Dan ternyata menjadi Ratu tidak semudah teorinya, butuh lebih dari sekadar tekad dan nyali. Berhasilkah Kelsea membebaskan Tearling dari penjajahan Mortmesne? Apalagi rakyatnya sendiri pun masih meragukan ratu mereka yang masih hijau ini.

The Queen of the Tearling adalah debut spektakuler dari Erika Johansen. Bahkan sebelum buku ini dirilis, Warner Bros telah membeli hak cipta filmnya. Emma Watson, aktris yang tekenal dengan perannya sebagai Hermione di film Harry Potter, telah setuju untuk memerankan Kelsea. Begitu terkesan Emma dengan The Queen of the Tearling, hingga dia tidak hanya menjadi pemeran utama, tapi juga produser eksekutifnya




(Fan art dari erkanbahadir23)

Perhatian untuk calon pembaca: buku ini ratingnya Dewasa!

Sebenarnya sudah pernah membaca Tearling ini dalam bahasa Inggris. Alhamdulillah dapat buku edisi bahasa Indonesia-nya dalam salah satu kuis Mizan Fantasi. Dibaca ulang lah, apalagi bahasa Inggris ambu kan pas-pasan, kemungkinan akan ada adegan yang terlewat karena tak paham.

Seperti dipaparkan sinopsisnya, adegan pembukanya adalah penjemputan Kelsea dari rumah orangtua angkatnya. Hari itu usia Kelsea sudah mencapai 19 tahun. Sudah sering membaca fantasi di mana tokoh utamanya 16 tahun, 14 tahun, 13 tahun, bahkan 12 dan 11 tahun, Tearling ini punya umur yang tidak biasa, 19 tahun. Awalnya mengira, usia 19 karena di buku ini banyak adegan kekerasan maupun kekerasan seksual, lalu ada juga adegan telanjang, tapi dipikir-pikir Game of Thrones malah lebih banyak kekerasan dan banyak tokohnya malah baru 13-14 tahun...

Jadi, Kelsea dijemput kembali ke istana--tepatnya Benteng. Perjalanannya sendiri sudah berbahaya karena ada kelompok-kelompok yang tidak ingin Kelsea kembali dan naik takhta. Kemudian saat tiba di ibukota--London Baru--berbagai bahaya mengancam. Kelsea harus membuktikan pada semua pihak bahwa ia memang layak menjadi seorang Ratu.

Suka dengan karakteristik Kelsea ini, terdidik dengan baik: sejarah, bahasa, bahkan suka juga membaca fiksi, dan di perpustakaan Carlin terdapat juga satu set Harry Potter dan satu set Lord of the Rings lengkap dengan the Hobbit-nya. Kelsea juga terbiasa olah fisik: memanjat pohon, naik kuda. Dan selera makannya juga baik. Jadi, Kelsea jauh dari kata cantik jelita xDD

Karena terlebih dahulu mendapat informasi bahwa novel ini akan dibuat film dengan Emma Watson sebagai Kelsea, mau tidak mau saat membaca membayangkan sosok Emma sebagai Kelsea. Pasti seru, apalagi di beberapa adegan, seperti pengejaran oleh rajawali dan oleh kelompok Caden. Kira-kira adegan keluar dari bak mandi itu ada engga ya? Hihi #dibanjur

Lalu, informasi beberapa kali diselipkan Erika: pengawal-pengawal Ratu, sebagian anggota Caden, Fetch, semua berwajah tampan. Hayolo... kira-kira siapa yang bakal memerankan mereka ya?

Setting cerita ini ada di masa depan, di saat negara Amerika, Inggris dll terkena bencana, dan sebagian melakukan Penyeberangan ke Eropa Baru. Sayang tidak semua kapal sampai tujuan, ada kapal yang berisi tenaga-tenaga medis tidak sampai ke tujuan. Tempat-tempat pendaratan juga berbeda-beda, ada yang tanahnya memiliki cadangan logam ada yang tidak. Dengan demikian, segala sesuatu dimulai dari awal lagi.

Bahkan kemudian dipaparkan: tidak ada mesin cetak! Jadi buku-buku yang ada itu adalah bawaan dari Para Penyeberang, yang dibatasi seorang hanya boleh membawa 10 buah buku. Sementara di Perpustakaan Carlin, Kelsea memperkirakan ada dua ribu buku, berarti perjuangan berat untuk mengumpulkannya.

Sampulnya cakep, warna-warnanya suka. Teks dalam naskahnya agak mengganggu: marginnya kecil banget. Nyaris menyentuh pinggir kertas. Dan jadinya tidak bebas bikin marginalia. Terjemahannya oke, ada beberapa bagian kelihatannya diperhalus, soalnya baca bahasa Inggrisnya kesannya gore. Halaman 54 misalnya, prajurit Mort dipaparkan ''menganiaya' sementara pada edisi bahasa Inggris secara eksplisit dipaparkan apa yang sedang dilakukan kesepuluh prajurit itu.

Baiklah, mari kita menanti buku 2: Invasion of the Tearling, dan mari kita menanti filmnya!

Sunday, May 01, 2016

[REVIEW] Titian Kejahatan


Titian Kejahatan
(Career of Evil)
Robert Galbraith
Penerjemah Siska Yuanita
552 hlm
Gramedia Pustaka Utama, 2016

Sebuah paket misterius dikirim kepada Robin Ellacott, dan betapa terkejutnya dia ketika menemukan potongan tungkai wanita di dalamnya.

Atasan Robin, detektif partikelir Cormoran Strikes, mencurigai empat orang dari masa lalunya yang mungkin bertanggung jawab atas kiriman mengerikan itu--empat orang yang sanggup melakukan tindakan brutal.

Tatkala polisi mengejar satu tersangka pelaku yang menurut Strike justru paling kecil kemungkinannya, dia dan Robin melakukan penyelidikan sendiri dan terjun ke dunia kelam tempat ketiga tersangka yang lain berada. Namun, waktu kian memburu mereka, sementara si pembunuh kejam kembali melakukan aksi-aksi yang mengerikan...

Diambil dari sini

Pola yang berulang: beberapa terduga, selidiki semua, perkecil kemungkinan, dan BOOM!

Dan buku ini dipenuhi oleh Blue Oyster Cult. Semua bab diawali potongan lagunya. Disclaimer pada lagu-lagu BOC memenuhi lima halaman tersendiri...




Seperti biasa, penyelidikan diwarnai kehidupan pribadi Cormoran (pacar-pacarnya kok cantik-cantik sih) dan isu pernikahan Robin yang disela dengan Perang Dunia MatthewRobin. Ambu baru tahu kamu itu-- #pelukRobineraterat tapi kamu kuat! Pasti kuat!


Diambil dari sini

Deskripsinya tetap juara. Bahkan dalam buku ini ditambah dengan POV si tersangka. Tetap misterius tentu saja, hingga menjelang akhir.

Dalam penyelidikan kali ini, terlihat Cormoran baper level dewa. Tiap langkah dikaitkan pada masa lalunya. Bahkan kecurigaan pada satu tersangka kemudian pada tersangka lain, selalu berdasar pada kenangan masa lalu. Asli baper.

Buat mereka yang menaiki kapal ber-OTP CorBin, banyak sekali hints di sini. Jalan terbuka lebar, apalagi dengan pertengkaran MatthewRobin dengan kesalahan Tak Termaafkan.

Tapi Ambu tak punya kapal di sini, Cormoran buatku mentor buat Robin, walau kadang malu-malu mengakui perhatian buat Robin, tapi dia lebih seperti senior, kakak. Aneh kaya'nya kalau jadian...

Ada beberapa kata dalam penerjemahan yang agak janggal. Waktu dicek, ternyata tak ada nama editor. Juga di buku 1 dan 2 juga ternyata, padahal biasanya Gramedia teliti soal editor, malah kadang dibarengi profreader juga.

Misal:
Hlm 346
Dia melihat gadis itu sedang "tinggi". Dia sering melihat jenis ini. Hidungnya yang rawan dan berair membuatnya jijik.

Kenapa diterjemahkan "tinggi" ya, kenapa tidak memakai "high" saja, toh istilah itu sudah umum dipergunakan dalam bahasa Indonesia?

Sebaliknya:
Hlm 100
"Apakah pamali kalau kau memberitahuku?" tanya Matthew

Kemudian Matthew menjadi urang Sunda xD

Pendek kata, ambu siap menanti kehadiran buku Robert Galbraith tiap tahun!