Kematian dalam Fiksi
Euh. Menjelang kematian Kakashi--jangan dong, kali aja ada siapa yang meyelamatkannya--jadi pengen ngomongin kematian. Khususnya kematian dalam fiksi. Khususnya lagi, kematian di fandom Harry Potter dan fandom Naruto. Pengen ngebandingin.
Kata dosenku dulu, jangan membandingkan jeruk dan apel karena nggak bakal sebanding. Bandingin jeruk mandarin sama jeruk Medan, itu baru sebanding :P Ini juga, kok ngebandingin manga sama novel ya? Gimana ngebandingin gambar dengan teks? Hihi ..
Tapi, sebodo amat. Pokoknya Ambu pengen ngebandingin kematian-kematian yang terjadi dalam Naruto dan Harry Potter :)
Manga dan novel sama-sama berkesempatan menyembunyikan petunjuk. Novel, lebih mudah karena petunjuk bisa saja yang tersurat atau yang tersirat. Gambar lebih gamblang. Malah katanya gambar itu mewakili seribu kata. Eh, ikutan NaNoWriMo aja kali ya? Hihi ...
Novel bisa membangun emosi dengan kata-kata yang tepat, sebaliknya manga lebih terbuka. Namun, kalau tepat, manga justru memunculkan emosi, sementara novel kehilangan kata.
Ambu justru emosional ketika melihat kematian Asuma, kematian Jiraiya, dan yang kali ini mungkin terjadi, kematian Kakashi. Mudah-mudahan saja nggak terjadi.
Tapi ... Ambu sebel sekali ketika JKR memunculkan kematian dalam jilid 7 bukunya. Setelah kematian Dobby yang diceritakan secara detail, berikut penguburannya, kenapa Remus hanya diceritakan selintas? Kenapa Tonks hanya diceritakan sekalimat? Kenapa Severus Snape hanya dilukiskan saat kematiannya saja, tidak ada post-mortem-nya?
Padahal ini novel, di mana kemungkinan untuk bermain kata sungguh sangat luas, tak terbatas cakrawala--ciee-. Paling-paling ... terbatas oleh deadline.
Dan itulah yang terbayang, dulu dan saat ini. Sementara dalam Naruto Kishimoto bisa hiatus utnuk menyiapkan chapter berikutnya, JKR sepertinya kehabisan waktu, dikejar deadline, untuk menyelesaikan novelnya. Yang seharusnya jauh lebih tebal dari jilid 5, ini justru jauh lebih tipis...
Dan begitulah yang terjadi, fanfic kemudian menjadi pelampiasan untuk lebih menempatkan kematian Severus Snape ke tempat yang lebih sesuai, lebih terhormat. Untung ada fanfic ...
Kata dosenku dulu, jangan membandingkan jeruk dan apel karena nggak bakal sebanding. Bandingin jeruk mandarin sama jeruk Medan, itu baru sebanding :P Ini juga, kok ngebandingin manga sama novel ya? Gimana ngebandingin gambar dengan teks? Hihi ..
Tapi, sebodo amat. Pokoknya Ambu pengen ngebandingin kematian-kematian yang terjadi dalam Naruto dan Harry Potter :)
Manga dan novel sama-sama berkesempatan menyembunyikan petunjuk. Novel, lebih mudah karena petunjuk bisa saja yang tersurat atau yang tersirat. Gambar lebih gamblang. Malah katanya gambar itu mewakili seribu kata. Eh, ikutan NaNoWriMo aja kali ya? Hihi ...
Novel bisa membangun emosi dengan kata-kata yang tepat, sebaliknya manga lebih terbuka. Namun, kalau tepat, manga justru memunculkan emosi, sementara novel kehilangan kata.
Ambu justru emosional ketika melihat kematian Asuma, kematian Jiraiya, dan yang kali ini mungkin terjadi, kematian Kakashi. Mudah-mudahan saja nggak terjadi.
Tapi ... Ambu sebel sekali ketika JKR memunculkan kematian dalam jilid 7 bukunya. Setelah kematian Dobby yang diceritakan secara detail, berikut penguburannya, kenapa Remus hanya diceritakan selintas? Kenapa Tonks hanya diceritakan sekalimat? Kenapa Severus Snape hanya dilukiskan saat kematiannya saja, tidak ada post-mortem-nya?
Padahal ini novel, di mana kemungkinan untuk bermain kata sungguh sangat luas, tak terbatas cakrawala--ciee-. Paling-paling ... terbatas oleh deadline.
Dan itulah yang terbayang, dulu dan saat ini. Sementara dalam Naruto Kishimoto bisa hiatus utnuk menyiapkan chapter berikutnya, JKR sepertinya kehabisan waktu, dikejar deadline, untuk menyelesaikan novelnya. Yang seharusnya jauh lebih tebal dari jilid 5, ini justru jauh lebih tipis...
Dan begitulah yang terjadi, fanfic kemudian menjadi pelampiasan untuk lebih menempatkan kematian Severus Snape ke tempat yang lebih sesuai, lebih terhormat. Untung ada fanfic ...
0 Comments:
Post a Comment
<< Home